Tahap Tatalaksana Serangan Asma
GINA membagi tatalaksana serangan asma menjadi dua, tatalaksana,yaitu dirumah dan di rumah sakit. Tatalaksana di rumah sakit dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur, dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, terapi awal berupa inhalasi β2-agonis, keluarganya diminta melakukan penilaian respons untuk penentuan derajat serangan yang kemudian ditindaklanjuti sesuai derajat. Namun untuk kondisi di negara kita, pemberian terapi awal di rumah seperti diatas dan kemudian melakukan penilaian sendiri, masih sulit unuk diterapkan. Dengan alasan demikian maka apabila setelah dilakukan inhalasi satu kali tidak terdapat respons yang baik, maka dianjurkan mencari pertolongan dokter.
Tatalaksana Di Klinik Atau Unit Gawat Darurat
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan di Unit Gawat Darurat, langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Dalam panduan GINA, ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau peak flow meter) merupakan bagian integral) penilaian tatalaksana serangan asma, bukan hanya evaluasi klinis. Namun di Indonesia penggunaan alat tersebut belum memasyrakat.
Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian β2-agonis dengan penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi dapat diulang dua kali dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga nebulasi ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini juga dapat berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jalas.
Jika menurut penilaian awal pasien datang dalam serangan berat, langsung berikan nebulisasi β2-agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter yaitu respon yang kurang baik terhadap nebulasi β2-agonis. Pasien seperti ini cukup sekali diberikan nebulasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena dan diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
Serangan Asma Ringan
Jika dengan sekali nebulasi pasien menunjukkan repons yang baik (complete response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1 jam, jika tetap baik, pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangan adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral, namun hanya diberikan untuk jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga reevaluasi dari klinik rawat jalan.
Sebagian besar pasien tetap dalam keadaan baik setelah ditatalaksana sebagai serangan asma ringan, namun pada sebagian, gejala timbul kembali. Jika dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali, pasien ditatalaksana sebagai serangan asma sedang.
Serangan Asma Sedang
Jika dengan pemberian nebulasi dua kali, pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete response), kemudian derajat serangannnya sedang. Untuk itu perlu dinilai ulang derajatnya. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di Ruang Rawat Sehari (RRS). Pada serangan asma sedang diberikan setelah steroid sistematik (oral) metilpredniolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/ hari selama 3-5 hari. Steroid lain yang dapat diberikan selain metilprednisolon adalah prednisone. Ada yang berpendapat steroid nebulisasi digunakan untuk serangan asma, namun perlu dosis yang sangat tinggi (1600 ug), meskipun belum banyak pustaka yang mendukung. Steroid nebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat untuk serangan asma.
Walaupun mungkin tidak diperlukan, namun untuk persiapan keadaan darurat, maka sejak di UGD pasien yang akan diobservasi di RRS sebaiknya langsung dipasangi jalur parenteral.
Serangan Asma Berat
Bila dengan nebulisasi tiga kali berturut-turut pasien tidak menunjukkan respon (poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman) maka pasien harus dirawat di ruang rawat inap. Bila sejak awal dinilai sebagai serangan berat, maka nebulasi pertama kali langsung β-agonis dengan penambahan antikolinergik. Oksigen 2-4 l/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulasi, kemudian lakukan pemasangan jalur parental dan foto toraks.
Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti nafas, pasien harus langsung dirawat di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan ancaman henti nafas, langsung dibuat foto rontgent toraks guna mendeteksi komplikasi penumotoraks dan/ atau pneumomediasti
Tatalaksana Di Ruang Rawat Sehari
Pemberian oksigen sejak dari UGD. Setelah di UGD menjalani nebulasi 2 kali dalam 1 jam dengan respon parsial, di RRS diteruskan dengan nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 2 jam. Kemudian berikan steroid sistemik oral berupa metilprednisolon atau prednisone. Pemberian steroid ini dilanjutkan sampai 3-5 hari. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik/ UGD. Bila dalam 12 jam responnya tetap tidak baik, maka pasien dialih rawat ke ruangan rawat inap dengan tatalaksana serangan asma b
Tatalaksana Di Ruang Rawat Inap
• Pemberian oksigen diteruskan
• Jika ada dehidrasi dan asidosis, maka diatasi dengan pemberian cairan intravena dan dikoreksi asidosisnya.
• Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8. Dosis steroid intravena 0,5-1 mg kgBB hari.
• Nebulisasi β-agonis/ antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
• Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
- Bila pasien belum mendapat aminotilin sebelumnya, diberi aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/ kgBB dilarutkan dalam destrose atau garam fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30 menit
- Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya
- Sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.
- Selanjutnya aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/ KgBB/jam.
• Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti pemberian peroral.
• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat β-agonis (hirup atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.
Kriteria Rawat Di Ruang Rawat Intensif
Pasien yang sejak awal masuk UGD sudah memperlihatkan tanda-tanda ancaman henti napas, langsung dirawat diruang rawat intensif (ICU). Kriteria pasien yang memerlukan ICU adalah:
• Tidak ada respons terhadap tatalaksana awal di UGD dan/ atau perburukan asma yang cepat.
• Anda kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti nafas, atau hilangnya kesadaran
• Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap.
• Ancaman henti nafas: hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (Kadar PaO2 < 60 mmHg dan/ atau PaCO2 > 45 mmHg, walaupun gagal nafsas dapat terjadi dalam kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).
nb :
-dosis salbutamol 0,1-0,15mg/kgbb 6-8jam, untuk nebulizer 2,5mg/kali, bisa diberikan setiap 4 jam (tergantung derajat serangan)
- jika nebu tidak trsedia, beri suntik adrenalin 0,01ml/kgbb dalam larutan 1:1000 (dosis max 0,3 ml)dengan spuit 1cc. jika tidak ada perbaikan dalam 20menit ulangi dosis 2x lagi dengan interval dan dosis yang sama. Bila gagal dirawat dengan serangan berat, diberikan steroid dan aminofilin.
-dosis dexamethason 0,3ml/kgbb/kali 3x sehari
-dosis aminofilin 6-8mg/kgbb iv bolus dalam 20 menit, diikuti dosis rumatan 0,5-1mg/kgbb/jam
Rabu, 12 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar