Minggu, 25 April 2010

kisah pohon apel

disadur dari era muslim

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya." Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

full time mother

Oleh Ummu Zahrah

Dia seorang wanita cerdas, terlahir di keluarga berada, lulusan sebuah perguruan tinggi ternama di Bandung dan memiliki kemampuan di atas perempuan biasa.

Semangatnya tinggi untuk belajar, dan itu dia buktikan ketika dia harus menemani sang suami menyelesaikan doktornya di Jerman.

Dalam waktu setahun, ia mampu menguasai bahasa Jerman, sehingga hampir semua urusan bank, asuransi kesehatan, urusan dengan imigrasi ataupun urusan sehari-hari yang memerlukan penguasaan bahasa Jerman dapat ia selesaikan sendiri tanpa harus merepotkan sang suami.

Alhamdulillah dengan dukungan isterinya tersebut, sang suami mampu menyelesaikan program doktornya tepat pada waktunya 3 tahun, walaupun umumnya banyak kasus perpanjangan karena beratnya syarat kelulusan doktor. Perannya sebagai seorang isteri yang mampu mensupport suami tidaklah diragukan.

Dia, sebutlah namanya Tari adalah seorang isteri dan ibu yang mandiri. Tetapi bukan hanya itu, yang membuatnya berbeda adalah dia seorang full time mother dan dia bangga dengan hal itu.

Dia mengabdikan hidupnya di rumah sebagai manajer rumah tangga, merawat anak-anaknya sendiri, mengerjakan urusan rumahnya sendiri, tanpa memanjakan diri dengan bantuan seorang asisten rumah tangga/pembantu.

Sepulang dari Jerman pun, dia tetap melakukan hal yang sama di Bandung. Suatu hal yang lumrah terkadang di luar negeri bila kita melakukan semuanya sendiri karena fasilitas asisten RT sungguh merupakan barang mewah.

Tetapi di Indonesia, adalah hal yang umum para ibu-ibu yang bekerja atau bahkan tidak bekerja di luar, tetap menggunakan fasilitas asisten RT. Setiap pulang berkunjung dari rumahnya, saya bisa melihat betapa Tari sangat bahagia berada dekat dengan anak-anaknya setiap detik, jam dan hari.

Dia lah madrasah anak-anaknya, tanpa memanggil guru les atau sebagainya, Tari mampu mendidik anak-anaknya melebihi anak-anak normal seusianya. Dengan pendidikan dini yang dia terapkan sejak awal, anaknya tumbuh cerdas dan penuh tercurahkan kasih sayangnya.

Ya, itulah Tari adikku, seorang wanita cerdas berpotensi besar tetapi lebih memilih mencurahkan potensinya untuk membangun surga di rumahnya, menjadi madrasah untuk anak-anaknya.

Sepulang menginap dari rumah Tari, tantenya, anak-anak saya biasanya langsung heboh memberikan laporan singkat ke ummi dan abi mereka. ”Tante Tari bikin ini sendiri lho, trus kita bikin itu, trus sebelum tidur kita diceritain cerita ini, cerita itu tetapi syaratnya harus menyetor hapalan surat-surat al-Quran dan membaca Iqra dulu”.

Kemudian disambung lagi dengan kalimat, ”Shofi (umur 5 tahun) dah iqra enam lho, Mi, bentar lagi al-Quran. Teteh (umur 6 tahun) kalah deh, masih iqra 5.” Adiknya pun tidak mau kalah menambahkan, ”Tante Tari hebat yah mi, pinter masak. Trus kita main ini, kita bikin kartu, kita bikin itu bla, bla, bla” Saya hanya tersenyum simpul sambil melirik abi mereka.

Saya sudah dapat membayangkan seabrek aktivitas menyenangkan yang mereka lakukan di rumah sepupunya. Mulai dari menggambar, mewarnai sampai mengguntingnya menjadi kartu cantik, ataupun permainan-permainan kreatif lain.

Rumah Tari memang penuh dengan semua fasilitas permainan dari arena panjat, perosotan dan sebagainyanya yang membuatnya merasa nyaman memberikan kesempatan bagi anak-anaknya bereksplorasi dan bermain sepuasnya sehingga belajar sambil bermain di rumah menjadi tidak membosankan.

Tari memang guru yang cerdas dan punya seabrek ide kreatif. Sungguh saya salut dengan keseriusannya dalam mendidik anak-anak. Dengan menjadi ibu full time toh tidak meluruhkan seluruh ilmu yang ia timba di universitas, bahkan dengan fasilitas internet dan laptop pribadinya, Tari bisa selalu up to date dan terus menambah wawasan dirinya.

Walaupun banyak orang di sekelilingnya kerap menyayangkan keputusan Tari untuk menjadi full time mother, mendesaknya untuk mengambil S2, untuk bekerja di luar dan sebagainya, tetapi Tari tetap bangga dan yakin dengan pilihannya.

Full time mother, suatu cita-cita yang pernah menjadi impian saya dan sampai saat ini pun saya masih terus mengimpikannya. Alhamdulillah saya sempat menikmati menjadi full time mother walau hanya setahun selepas kelulusan master dan kelahiran anak kedua. Dikelilingi anak-anak dan suami, memanage urusan rumah, beraktivitas dengan anak-anak di setiap berputarnya waktu, bermain di taman, refreshing ke jidoukan (taman bacaan anak-anak), merupakan saat-saat yang paling membahagiakan.

Keharusan untuk meninggalkan baju kebesaran itu, sungguh pilihan yang tidak mudah. Walau saya tahu, saya harus meniatkan jalan ini sebagai jihad, tetapi harus saya akui waktu-waktu yang terlewatkan dengan anak-anak, hari demi hari semakin bertambah.

Hitunglah secara matematis simpel saja, berapa jam seorang wanita seperti saya berada di rumah? Pergi dari rumah jam 7, mulai jam 8 sampai jam 4 saya di kantor, jam 5 saya baru sampai di rumah, baru bisa berinteraksi dengan mereka.

Jam delapan malam mereka sudah siap untuk tidur, setelah 'ritual' membaca Iqra atau buku dan hapalan surat-surat pendek, yang terkadang 'ritual' itu mulai sering didiskon karena kepenatan dan keletihan saya. Pagi bangun tidur hanya sekitar 1-2 jam saya menyiapkan mereka dari bangun, mandi dan sarapan bersama sebelum si teteh pergi ke sekolah dan adiknya di rumah.

Jadi interaksi seorang wanita yang bekerja seperti saya, sehari hanya mampu menghabiskan waktu bersama anak-anaknya sekitar 4–5 jam sehari. Belum dengan tambahan pengurangan apabila ada lembur, dinas luar kota atau dinas ke luar negeri. So, anda bisa hitung sendiri kira-kira berapa waktu anda yang hilang.

Suatu alasan klise yang mengatakan, kualitas lebih penting daripada kuantitas. Sebuah excuse yang kerap dilontarkan oleh seorang ibu wanita pekerja. Come on, Akuilah, kuantitas pun sama pentingnya, semakin banyak kuantitas semakin erat hubungan seorang anak dengan orang tuanya, kedekatan emosi, dan limpahan kasih sayang.

Hampir bisa dikatakan, kualitas berbanding lurus dengan kualitas. Terus terang, saya lebih merasa bahagia dan bangga melihat anak tumbuh dan mampu melakukan sesuatu (dia mampu berjalan, lulus toilet training-nya atau bisa mengucapkan kata-kata pertamanya) dibandingkan prestasi pribadi atau kebanggaan akan sebutan lady engineer yang melalang buana ke negara-negara luar.

Di zaman Rasulullah, banyak sekali atau bahkan hampir semua adalah full time mother, mereka tetap dapat beraktivitas dan berperan serta dalam ber-home industri, berdakwah atau menuntut ilmu.

Menjadi full time mother tidaklah hal yang mudah, saya yakin sekali hanya wanita-wanita tangguh, mungkin seperti anda atau ibu anda yang mampu melakukannya. Bila kebanyakan orang bercita-cita untuk membina karirnya di luar, saya yakin masih ada segelintir wanita-wanita tangguh dan cerdas yang bangga menjadi seorang full time mother.

Alhamdulillah, sekalipun saya melihat adanya kecenderungan banyak sekali wanita-wanita yang berlomba-lomba mencari kerja dan membina karir, tetapi masih ada wanita yang merasa bahwa saat ini, ketika anak-anak membutuhkan, tempat mereka adalah di rumah menemani dan mendampingi anak-anak mereka.

Semoga masih banyak Tari Tari yang lain, yang mengingatkan kita semua akan tugas utama kita.

My appreciation for every full time mother.
Memoir, March 07

a poor son and a poor father

pernah diposkan di note fb saia des 2009...

Bismillah

Long time not writing a note..now let's start with my story about father and son

Yesterday..I saw a father and his son..
The father gave his son cigarette..what a fr**k cigarette for 8 month child..:-S

Udah ah bhs englishnya,hehe
Kemaren waktu ngopy,gak sengaja liat pemandangan itu,.si bapak dg santainya memasukkan sebatang rokok yg untung gak nyala ke mulut bayi kecilnya..daaan si bapak dg lugunya tertawa..eh ketek2 la marokoknyooo..
Bayi lucu itu pun dg girang jg tertawa,.ngikutin bapaknya ketawa kaleee..

Nah nah..aneh tp nyata sodara2..

Entahlah ya..mengapa perokok di Indonesia ini begitu byk..mungkin ini salah satu penyebabnya..

Si bayi mgkn dari dalam kandungan udah dkenalin ma rokok bapaknya..byk bpk2 yg ngerokokkan didekat istrinya..otomatis tu asap keisep..
Hbs tu si bayi lahir..maen2 ma bpk yg lg pegang rokok di tangan..ow ow..
Si bayi pun menjadi anak2..mulai btanya apa yg diisap bpknya tiap hari dan mau tak mau harus mhirup asap racun dr rokok bpknya..
Beranjak remaja..si anak tdk mlihat bpknya saja yg merokok..teman2 bmainnya jg
Stlh dewasa..menjadi perokok jg akhirnya..
Dan terjadilah lingkaran setan ini..

Emang susah siy mlepaskan diri dari candunya rokok,.tp tidakkah kasian dg orang2 yg qt rugikan..dg orang2 yg perlahan qt rusak tubuhnya..bahkan yg zolimi istri dan anak qt sendiri..

Kalaw tidak berhenti..jangan rugikan orang lain..kasian..

berhentilah menjadi gelas

telah diposkan di note fb saia feb 2010...disadur dari era muslim...

Seorang guru mendatangi seorang muridnya ketika belakangan ini wajahnya tampak sangat murung..
“kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal indah di dunia ini? Kemana hilangnya wajah bersyukurmu? “, Tanya guru itu…
“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah, sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habisnya”..jawab murid tersebut dengan lesu
Sang guru tertawa terkekeh mendengar keluh muridnya tersebut. “Nak, ambilah segelas air, dan dua genggam garam.. akan kuperbaiki suasana hatimu itu “
Si murid pun beranjak pelan tak semangat melaksanakan perintah guru itu, tak lama kemudian ia kembali sambil membawa segelas air dan 2 genggam garam. “Coba

kau ambil segenggam garam dan masukkan kedalam gelas itu, kemudian kau minum airnya sedikit”..perintah guru tersebut. Si murid pun melaksanakannya, dan

wajahnya kini meringis karena meminum air asin itu…
“Bagaimana rasanya?”.. Tanya sang guru
“Asin dan perutku mual rasanya”..jawab sang murid sambil meringis.
Sang guru pun terkekeh melihat wajah muridnya tersebut.
“Sekarang kau ikut aku”. Sang guru membawa muridnya ke pinggir danau dan menyuruh muridnya menebarkan garam yang tersisa ke danau tersebut. Si murid langsung

menebarkan garam yang tersisa sambil menahan rasa asin dimulutnya yang belum hilang, Rasanya ingin meludah, tapi sungguh tidak sopan jika dilakukan di depan

guru, pikirnya…
“Sekarang kau coba minum air danau itu”..pinta guru itu sambil mencari batu yang datar untuk di duduki nya di samping danau itu. Sang murid menangkupkan

kedua tangannya untuk mengambil air danau itu, dan langsung meminumnya. Begitu air danau yang segar itu mengalir di tenggorokan, sang guru bertanya kepada

murid nya.. “ Bagaimana rasa air danau itu ?
“Segar, segar sekali guru ! “ jawab murid tersebut..Tentu saja, karena air danau itu berasal dari mata air diatas gunung dan mengalir ke danau ini..dan sudahpasti air danau ini menghilangkan rasa asin dimulut si murid.
“Terasakah garam yang kau tebar tadi”, Tanya guru itu kepada muridnya
“Tidak sama sekali”, jawab sang murid sambil terus meminum air danau tersebut. Sang guru hanya tersenyum melihat muridnya itu dan membiarkan muridnya minum

air danau sampai puas.
Setelah murid itu selesai meminum air danau, sang guru berkata “ nak, Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam, tidak kurang , tidak lebih,

hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang kau alami di dalam hidup mu itu sudah dikadar oleh Tuhan , tidak berkurang dan tidak bertambah,

sesuai untuk mu, seperti segenggam garam itu. Setiap manusia yang lahir di dunia ini , bahkan nabi sekalipun, tidak lepas dari masalah “..
Si murid terdiam mendengarkan…
“Tapi nak, rasa ‘ASIN’ yang dialami dari penderitaan itu sangat bergantung dari HATI yang menampungnya. Jadi, supaya tidak merasa menderita , BERHENTILAH

JADI GELAS, jadikan hati di dalam dada mu menjadi sebesar DANAU.
“hidup memang butuh keberanian, tapi terlebih lagi ketelitian. Cermatilah langkahmu dan waspadai tindakanmu. Hati- hati saat mencelupkan jari di dalam toples

kehidupan, kalau tidak, rasa “PAHIT” yang akan kita dapatkan…

akhirnya...

taraaaa...
akhirnya niat baik saia ini kesampaian juga...=D

awalnya terinspirasi dari junior tingkat saia yang sangat canggih ilmu ngenetnya,nge-blog,nge-Fb,nge-net...pokoknya suatu hal yang 'lebih' telah dia lakukan dibanding saia...begitu lantang dan lugas dia menyalurkan benih-benih pikirannya membentuk buah tulisan yang bergerak...bagi saia yg sedikit 'gaptek'...ckckck...keren niy junior q...
alhamdulillah mungkin sudah waktunya juga saia mulai sedikit melek dengan yang namanya dunia maya,.termasuk yg namanya nge-blog..

'embun'...inspirasi yang datang cukup tiba-tiba...'ting'...muncul dipikiran saia...berharap blog ini pun sesuai nama yang tercetus menjadi judulnya...

well...smoga blog ini bermanfaat pada khalayak ramai...mgkn saia akan masukin sekian byk uneg2 saia tentang kehidupan,.yg diharapkan hanyalah berpintar-pintarlah membaca uneg2 saia itu...=)...bisa juga sekilas ilmu kedokteran,.serba-serbi,.dan pelepas dahaga hati...

yang paling saia inginkan investasi ini bermanfaat untuk saia sendiri...Aamin

Wassalamu'alaikum WR.WB.